-->

Visit Tidore Island - Tidore, Pulau Dengan Sejarah Panjang Dan Keindahan Alam Yang Menakjubkan

Pemandangan Laut dan Pulau Tidore dr Ternate (Sumber foto: RinMuslimah)
Carilah posisi duduk yang nyaman, ingatlah gambar pemandangan diatas ini, lalu pejamkan mata, rasakan seolah-olah duduk manis atas kapal yang berlayar menuju pulau kecil di depan sana, pejamkan mata santaikan raga rasakan udara dan angin disekitarmu seolah-olah merasakan angin yang berhembus melewati perahu yang kamu tumpangi. Bayangkan perlahan-lahan perahumu mulai menepi di pulau kecil tersebut lalu berkata dengan penuh semangat “To Ado Re”.

To Ado Re” yang artinya adalah “Aku Telah Sampai”. Ketiga suku kata tersebutlah menjadi asal muasal penamaan Pulau Tidore, pulau kecil nan elok di Perairan Maluku Utara. Pulau kecil yang mempunyai sejarah yang sangat panjang, bentang alam yang menakjubkan seakan Tidore tercipta saat Tuhan Sedang Tersenyum. Penamaan Nama Tidore awalnya adalah “Limau Duko” atau “Kie Duko” yang berarti pulau bergunung api. Penamaan tersebut sesuai dengan keadaan geografisnya dimana pulau Tidore merupakan gunung api yang terangkat ke permukaan laut. Penamaan tersebut berubah menjadi Tidore karena terjadi peristiwa sejarah.

Menurut kisah yang saya dengar, dahulu di Limau Duko (nama Tidore sebelumnya) sering kali terjadi pertikaian antar Momole sampai akhirnya sekitar Tahun 846 M, rombongan Ibnu Chardazabah, utusan Khalifah al-Mutawakkil dari Kerajaan Abbasiyah di Baghdad tiba di Tidore. Mengetahui adanya pertikaian antar Momole, salah satu dari rombongan yang bernama Syech Yakub berupaya mendamaikan dengan memfasilitasi perundingan/Pertemuan. Pertemuan disepakati di atas sebuah batu besar di kaki gunung Marijang, gunung yang berada di sebrang selatan Tidore. Kesepakatannya, momole yang tiba paling cepat ke lokasi pertemuan akan menjadi pemenang dan memimpin pertemuan. Dalam peristiwa itu, setiap momole yang sampai ke lokasi pertemuan selalu meneriakkan To ado re, karena merasa dialah yang datang pertama kali dan menjadi pemenang. Namun, ternyata beberapa orang momole yang bertikai tersebut tiba pada saat yang sama, sehingga tidak ada yang kalah dan menang. Berselang beberapa saat kemudian, Syech Yakub yang menjadi fasilitator juga tiba di lokasi dan berujar dengan dialek Iraknya: Anta thadore yang artinya “Kamu Datang”. Karena para momole datang pada saat yang bersamaan, maka tidak ada yang menjadi pemenang, akhirnya yang diangkat sebagai pemimpin adalah Syech Yakub. Sejak saat itu mulai dikenal kata Tidore, kombinasi dari dua kata: Ta ado re dan Anta Thadore.

Sejarah kisah asal muasal penamaan Tidore sudah mengajarkan kita bahwasannya perselisihan yang terjadi bisa diselesaikan dengan cara Musyawarah untuk mufakat atau  kesepakatan. Musyawarah untuk mufakat ternyata sudah diterapkan sejak jaman dahulu dan hal tersebut sangat berakar di kehidupan masyarakat Indonesia.

Sultan Nuku (Sumber Foto Slideshare)
Sejarah panjang perjuangan Tidore dalam menentang penindasan dari bangsa-bangsa Eropa seperti Spanyol, Portugis dan Belanda yang mulanya hanya menawarkan kerjasama perdagangan untuk rempah-rempah berubah menjadi tindakan penindasan dan berupaya memonopoli serta menjajah tanah air termasuk juga wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore. Perjuangan terkenal adalah perjuangan dari Sultan Nuku yang membawa Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan. Sultan Nuku mampu mempertahankan selama 25 tahun berperang mempertahankan tanah air terutama wilayah Kesultanan Tidore meliputi Pulau Tidore, Halmahera Tengah, pantai Barat dan bagian Utara Irian Barat serta Seram Timur. Dengan wilayah yang terpencar tersebut Sultan Nuku melakukan perpindahan ke daerah lain, berlayar keperairan lainnya, mengatur taktik dan strategi serta terjun ke medan perang melawan penjajahan. Sultan Nuku bertekad dan tujuan membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah dan hidup damai dalam alam yang bebas merdeka. Cita-citanya membebaskan seluruh kepulauan Maluku terutama Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari penjajah bangsa asing. Dengan Tekad tersebut Sultan Nuku menjelma menjadi momok yang menakutkan pemerintah Kolonial Belanda di daerah Ternate, Banda dan Ambon. Hingga usia senja Sultan Nuku masih melakukan perjuangan tanpa kenal lelah dan akhirnya wafat pada usia ke-67 pada tahun 1805.

Pemandangan dari atas benteng Tahula ( Sumber Foto : Langkah jauh)
Benteng Torre ( sumber foto : langkah jauh)
Setelah melewati peristiwa demi peristiwa, Tidore kini mempunyai banyak peninggalan Sejarah yang melimpah dengan balutan bentang alam yang Indah. Datangnya bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda meninggalkan benteng-benteng bersejarah yang sampai saat ini masih berdiri menjadi saksi-saksi bisu perkembangan Tidore dari masa ke masa. Benteng Tahula merupakan benteng yang dibangun bangsa Spanyol. Dari benteng ini seluruh penjuru kota Soasio dan pemandangan lautan indah terlihat jelas sekali. Mungkin hal ini juga alasan Bangsa Spanyol mendirikan benteng disini untuk melindungi dan mengawasi rempah-rempahnya. Benteng selanjutnya adalah benteng Tore yang letaknya tidak jauh dari Benteng Tahula dan pemandangan yang juga sama. Bedanya benteng Tore merupakan peninggalan bangsa Portugis. Saya sedikit menghirup nafas dalam, membayangkan berada di bagian atas benteng-benteng tersebut lalu membayangkan kembali ke Tidore masa lalu. Membayangkan hiruk pikuk kota Soasio dan lalu lalang kapal dagang yang hendak membawa keluar rempah-rempah Tidore.

Tari Soya-Soya ( Sumber Foto : Maluku-Utara)
Tari Soya-Soya merupakan tarian khas dari daerah Maluku Utara begitu pula dengan Tidore. Tarian ini tercipta untuk membakar semangat para prajurit melawan bangsa Portugis saat itu dan kata “Soya-Soya” itu sendiri juga berarti “Semangat Pantang”. Penari tari Soya-Soya memakai cukup menarik, mereka berpakaian dasar berwarna putih, kain sambungan serupa rok berwarna merah, hitam, kuning dan hijau. Setiap penari juga mengenakan ikat kepala berwarna kuning (taqoa) yang merupakan simbol seorang prajurit perang. Kini tari Soya-Soya merupakan tari kebanggaan masyarakat Tidore, anak-anak sejak kecil pun sudah diajari tarian ini bahkan saat masuk sekolah dasar tariann ini diajarkan kembali.
Ritual Lufu Kie tahun 2015 ( foto : Adhiebudho)
Ada satu tradisi budaya yang menarik perhatian saya yaitu Ritual Lufu Kie. Ritual ini diselenggarakan untung mengenang Kufu Fei yang merupakan gelar dari Armada Perang yang berhasil mengusir VOC dari Tidore. Ritual ini dilaksanakan dengan mengelilingi pulau Tidore dengan formasi Armada Kapal seperti kala itu mengusir VOC dari Tidore. Formasinya disebut formasi Hongi Taumoi Se Malofo yang terdiri atas 12 perahu kora-kora tempur dan perahu Kesultanan Tidore yang berisikan 12 pasukan utama Angkatan Laut Kesultanan Tidore. Pada saat itu dengan peralatan yang sudah pasti kalah dari VOC dengan tekad pantang menyerah dari pejuang-pejuang Tidore, VOC dapat diusir. Dengan adanya penyelenggaraan ritual ini, semangat perjuangan mempertahankan tanah air tetap terus terjaga, menyala-nyala selamanya.

Tidore, negeri rempah-rempah yang memiliki sejarah dan pemandangan menakjubkan. Generasi 90-an seperti saya dan mungkin pembaca sekalian, dulu hanya tau dari mata pelajaran IPS lalu berlanjut mengetahui pemandangan Indahnya lewat gambar pada uang Rp.1000 lalu di era teknologi makin canggih saya makin tahu bertapa indahnya Tidore, bertapa menariknya kisah-kisah sejarah yang saya baca saat menulis ini. Ingin pergi kesana, membawa selembar uang Seribu yang telah saya simpan semenjak beberapa tahun yang lalu dengan harapan siapa tau nanti akan ada kesempatan menginjakan kaki ke pulau tersebut dan berucap “To Ado Re”.

Tidore dari Kejauhan (Sumber Foto : spiceislandsblog)
Tertarik mengunjungi Tidore, Yuk Visit Tidore, simpan uang Seribu-mu sebelum berganti dengan uang baru :D.

Artikel ini dibuat untuk mengikuti Lomba Menulis Blog dengan Tema : Tidore Untuk Indonesia 2017.

0 Response to "Visit Tidore Island - Tidore, Pulau Dengan Sejarah Panjang Dan Keindahan Alam Yang Menakjubkan"

Post a Comment

Visit Tidore Island - Tidore, Pulau Dengan Sejarah Panjang Dan Keindahan Alam Yang Menakjubkan     Edit

Pemandangan Laut dan Pulau Tidore dr Ternate (Sumber foto: RinMuslimah)
Carilah posisi duduk yang nyaman, ingatlah gambar pemandangan diatas ini, lalu pejamkan mata, rasakan seolah-olah duduk manis atas kapal yang berlayar menuju pulau kecil di depan sana, pejamkan mata santaikan raga rasakan udara dan angin disekitarmu seolah-olah merasakan angin yang berhembus melewati perahu yang kamu tumpangi. Bayangkan perlahan-lahan perahumu mulai menepi di pulau kecil tersebut lalu berkata dengan penuh semangat “To Ado Re”.

To Ado Re” yang artinya adalah “Aku Telah Sampai”. Ketiga suku kata tersebutlah menjadi asal muasal penamaan Pulau Tidore, pulau kecil nan elok di Perairan Maluku Utara. Pulau kecil yang mempunyai sejarah yang sangat panjang, bentang alam yang menakjubkan seakan Tidore tercipta saat Tuhan Sedang Tersenyum. Penamaan Nama Tidore awalnya adalah “Limau Duko” atau “Kie Duko” yang berarti pulau bergunung api. Penamaan tersebut sesuai dengan keadaan geografisnya dimana pulau Tidore merupakan gunung api yang terangkat ke permukaan laut. Penamaan tersebut berubah menjadi Tidore karena terjadi peristiwa sejarah.

Menurut kisah yang saya dengar, dahulu di Limau Duko (nama Tidore sebelumnya) sering kali terjadi pertikaian antar Momole sampai akhirnya sekitar Tahun 846 M, rombongan Ibnu Chardazabah, utusan Khalifah al-Mutawakkil dari Kerajaan Abbasiyah di Baghdad tiba di Tidore. Mengetahui adanya pertikaian antar Momole, salah satu dari rombongan yang bernama Syech Yakub berupaya mendamaikan dengan memfasilitasi perundingan/Pertemuan. Pertemuan disepakati di atas sebuah batu besar di kaki gunung Marijang, gunung yang berada di sebrang selatan Tidore. Kesepakatannya, momole yang tiba paling cepat ke lokasi pertemuan akan menjadi pemenang dan memimpin pertemuan. Dalam peristiwa itu, setiap momole yang sampai ke lokasi pertemuan selalu meneriakkan To ado re, karena merasa dialah yang datang pertama kali dan menjadi pemenang. Namun, ternyata beberapa orang momole yang bertikai tersebut tiba pada saat yang sama, sehingga tidak ada yang kalah dan menang. Berselang beberapa saat kemudian, Syech Yakub yang menjadi fasilitator juga tiba di lokasi dan berujar dengan dialek Iraknya: Anta thadore yang artinya “Kamu Datang”. Karena para momole datang pada saat yang bersamaan, maka tidak ada yang menjadi pemenang, akhirnya yang diangkat sebagai pemimpin adalah Syech Yakub. Sejak saat itu mulai dikenal kata Tidore, kombinasi dari dua kata: Ta ado re dan Anta Thadore.

Sejarah kisah asal muasal penamaan Tidore sudah mengajarkan kita bahwasannya perselisihan yang terjadi bisa diselesaikan dengan cara Musyawarah untuk mufakat atau  kesepakatan. Musyawarah untuk mufakat ternyata sudah diterapkan sejak jaman dahulu dan hal tersebut sangat berakar di kehidupan masyarakat Indonesia.

Sultan Nuku (Sumber Foto Slideshare)
Sejarah panjang perjuangan Tidore dalam menentang penindasan dari bangsa-bangsa Eropa seperti Spanyol, Portugis dan Belanda yang mulanya hanya menawarkan kerjasama perdagangan untuk rempah-rempah berubah menjadi tindakan penindasan dan berupaya memonopoli serta menjajah tanah air termasuk juga wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore. Perjuangan terkenal adalah perjuangan dari Sultan Nuku yang membawa Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan. Sultan Nuku mampu mempertahankan selama 25 tahun berperang mempertahankan tanah air terutama wilayah Kesultanan Tidore meliputi Pulau Tidore, Halmahera Tengah, pantai Barat dan bagian Utara Irian Barat serta Seram Timur. Dengan wilayah yang terpencar tersebut Sultan Nuku melakukan perpindahan ke daerah lain, berlayar keperairan lainnya, mengatur taktik dan strategi serta terjun ke medan perang melawan penjajahan. Sultan Nuku bertekad dan tujuan membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah dan hidup damai dalam alam yang bebas merdeka. Cita-citanya membebaskan seluruh kepulauan Maluku terutama Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari penjajah bangsa asing. Dengan Tekad tersebut Sultan Nuku menjelma menjadi momok yang menakutkan pemerintah Kolonial Belanda di daerah Ternate, Banda dan Ambon. Hingga usia senja Sultan Nuku masih melakukan perjuangan tanpa kenal lelah dan akhirnya wafat pada usia ke-67 pada tahun 1805.

Pemandangan dari atas benteng Tahula ( Sumber Foto : Langkah jauh)
Benteng Torre ( sumber foto : langkah jauh)
Setelah melewati peristiwa demi peristiwa, Tidore kini mempunyai banyak peninggalan Sejarah yang melimpah dengan balutan bentang alam yang Indah. Datangnya bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda meninggalkan benteng-benteng bersejarah yang sampai saat ini masih berdiri menjadi saksi-saksi bisu perkembangan Tidore dari masa ke masa. Benteng Tahula merupakan benteng yang dibangun bangsa Spanyol. Dari benteng ini seluruh penjuru kota Soasio dan pemandangan lautan indah terlihat jelas sekali. Mungkin hal ini juga alasan Bangsa Spanyol mendirikan benteng disini untuk melindungi dan mengawasi rempah-rempahnya. Benteng selanjutnya adalah benteng Tore yang letaknya tidak jauh dari Benteng Tahula dan pemandangan yang juga sama. Bedanya benteng Tore merupakan peninggalan bangsa Portugis. Saya sedikit menghirup nafas dalam, membayangkan berada di bagian atas benteng-benteng tersebut lalu membayangkan kembali ke Tidore masa lalu. Membayangkan hiruk pikuk kota Soasio dan lalu lalang kapal dagang yang hendak membawa keluar rempah-rempah Tidore.

Tari Soya-Soya ( Sumber Foto : Maluku-Utara)
Tari Soya-Soya merupakan tarian khas dari daerah Maluku Utara begitu pula dengan Tidore. Tarian ini tercipta untuk membakar semangat para prajurit melawan bangsa Portugis saat itu dan kata “Soya-Soya” itu sendiri juga berarti “Semangat Pantang”. Penari tari Soya-Soya memakai cukup menarik, mereka berpakaian dasar berwarna putih, kain sambungan serupa rok berwarna merah, hitam, kuning dan hijau. Setiap penari juga mengenakan ikat kepala berwarna kuning (taqoa) yang merupakan simbol seorang prajurit perang. Kini tari Soya-Soya merupakan tari kebanggaan masyarakat Tidore, anak-anak sejak kecil pun sudah diajari tarian ini bahkan saat masuk sekolah dasar tariann ini diajarkan kembali.
Ritual Lufu Kie tahun 2015 ( foto : Adhiebudho)
Ada satu tradisi budaya yang menarik perhatian saya yaitu Ritual Lufu Kie. Ritual ini diselenggarakan untung mengenang Kufu Fei yang merupakan gelar dari Armada Perang yang berhasil mengusir VOC dari Tidore. Ritual ini dilaksanakan dengan mengelilingi pulau Tidore dengan formasi Armada Kapal seperti kala itu mengusir VOC dari Tidore. Formasinya disebut formasi Hongi Taumoi Se Malofo yang terdiri atas 12 perahu kora-kora tempur dan perahu Kesultanan Tidore yang berisikan 12 pasukan utama Angkatan Laut Kesultanan Tidore. Pada saat itu dengan peralatan yang sudah pasti kalah dari VOC dengan tekad pantang menyerah dari pejuang-pejuang Tidore, VOC dapat diusir. Dengan adanya penyelenggaraan ritual ini, semangat perjuangan mempertahankan tanah air tetap terus terjaga, menyala-nyala selamanya.

Tidore, negeri rempah-rempah yang memiliki sejarah dan pemandangan menakjubkan. Generasi 90-an seperti saya dan mungkin pembaca sekalian, dulu hanya tau dari mata pelajaran IPS lalu berlanjut mengetahui pemandangan Indahnya lewat gambar pada uang Rp.1000 lalu di era teknologi makin canggih saya makin tahu bertapa indahnya Tidore, bertapa menariknya kisah-kisah sejarah yang saya baca saat menulis ini. Ingin pergi kesana, membawa selembar uang Seribu yang telah saya simpan semenjak beberapa tahun yang lalu dengan harapan siapa tau nanti akan ada kesempatan menginjakan kaki ke pulau tersebut dan berucap “To Ado Re”.

Tidore dari Kejauhan (Sumber Foto : spiceislandsblog)
Tertarik mengunjungi Tidore, Yuk Visit Tidore, simpan uang Seribu-mu sebelum berganti dengan uang baru :D.

Artikel ini dibuat untuk mengikuti Lomba Menulis Blog dengan Tema : Tidore Untuk Indonesia 2017.