Keseruan Tradisi Adat Kebo-Keboan Alas Malang, Banyuwangi
Friday, October 7, 2016
Edit
Indonesia beragam budaya, beragam adat istiadat, juga beragam cara mengungkapkan cinta dan rasa syukur atas karunia yg diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Di Banyuwangi sendiri tradisi ungkapan rasa syukur cukup beragam dan ada hampir di setiap desa. Biasanya tradisi ini diadakan memasuki atau sudah dalam bulan Suro (Bulan pertama dalam kalender Jawa). Saya pun tertarik mengikuti beberapa tradisi adat yang bisa saya bilang unik, salah satunya adalah Tradisi Adat Kebo-Keboan Alas Malang.
Sesuai dengan nama desanya, Tradisi Kebo-Keboan Alas Malang diadakan di desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Letaknya cukup dekat dengan Stasiun Rogojampi (15 menit) dan Bandara Blimbingsari (sekitar 30 menit). Tradisi ini diadakan mulai 10.00, saya berangkat dari kota Banyuwangi – melewati jalan utama Banyuwangi-Jember – Kota Rogojampi – Pertigaan Lampu Lalu Lintas Tugu Adipura ambil kanan – Ikuti jalan sampai menemukan perempatan Patung Kebo-keboan dan ambil kanan dari sini tinggal mengikuti hiruk pikuk masyarakat yang menuju desa Alas Malang.
Datang pagi saya pikir masih sepi, ternyata masyarakat sudah memenuhi segala penjuru desa. Dilapangan samping panggung wayang sedang berkumpul beberapa kelompok sanggar kesenian yang ada di Alas Malang untuk ikut melakukan Ider Bumi keliling desa Alas Malang. Beberapa dari mereka menunjukan kebolehan sanggar mereka di lapangan tersebut, bisa dibilang pemanasan sebelum tradisi adat kebo-keboan belum dimulai. Tidak jauh dari lapangan tersebut warga yang ditugaskan menjadi Kebo-Keboan sedang melakukan make-up dengan menghitamkan tubuhnya layaknya Kerbau. Menghitamkannya menggunakan bahan seperti serbuk arang dicampur minyak. Warga yang menjadi kebo-keboan cukup beragam, dari kalangan pemuda sampai yang sudah sepuh pun ikut serta. Ada Kebo ada juga pengembalanya dengan baju adat berwarna hitam membawa pecut, tas ayaman daun kelapa layaknya petani yang hendak pergi ke sawah. Tasnya juga bukan hiasan, ada beberapa bungkus rokok, air mineral dan beberapa camilan ibarat benar-benar mau ke sawah. Sedangkan Kebo-keboannya kulit dilumuri cairan hitam, tanduk kerbau dan rumbaian tali rafiah hitam sebagai rambutnya serta kelenteng/lonceng kerbau yang di kalungkan pada leher.
Pengembala Kebo-keboan |
tumpengan |
Tradisi adat diawali dengan pembacaan doa dan tumpengan, namun sayangnya tumpengan hanya dilakukan untuk pada undangan saja, mungkin karena masyarakat yang hadir terlalu banyak, acara tumpengan masal di depan rumah masing-masing seperti acara-acara lainnya tidak terlalu efektif. Tumpengannya berupa makanan khas Banyuwangi seperti Jenang Suro dan Pecel Pitik. Beberapa kali nyobain pecel pitik, pecel pitik yang dibuatkan di Desa Adat Alas Malang saya nilai cukup enak loh :D. Tradisi Kebo-keboan pun dimulai, jalanan desa cukup ramai air dari irigasi sawah dialirkan ke selokan dan jalanan desa dibanjirkan terutama di area depan panggung. Barisan pawai dimulai dari kereta kencana yang ditarik oleh salah satu peserta kebo-keboan paling besar dan merupakan icon dari kebo-keboan Alas Malang. Kereta kencana tersebut dinaiki oleh gadis cantik berperan sebagai Dewi Sri, yang merupakan Dewi Pertanian, Dewi Padi, Dewi Kesuburan. Setelah Dewi Sri diikuti oleh Kebo-keboan beserta para pengembalanya. Penonton dihimbau dan menjaga jarak tidak menggoda para kerbau agar kerbau-kerbau tersebut “terkendali”. Barisan pawai terakhir adalah para sanggar kesenian yang ada di Alas Malang dengan dominan kesenian Barong ada juga kesenian Reog Ponorogo.
Kesenian Barong Banyuwangi |
Dewi Sri dan Kereta Kencananya |
adik-adik yg mukanya udah cemong >_< |
Mendadak Kebo-keboan tak terkendali dengan mendekati penonton dan menghitampan sebagian atau seluruh wajah penonton dengan tangannya, bahkan serunya kebo-keboan mengejar-ngejar penonton secara random membubarkan barisan penonton karena semuanya lari kocar-kacir :D. Begitu pula saya, menjadi korban mereka, dengan muka hitam sebelah tertangkap oleh seekor kebo-keboan. Seiring berjalannya waktu ternyata cukup banyak warga yang mukanya hitam, kebanyakan adalah anak-anak, dan para pemuda-pemudi. Melihat hal-hal tersebut tertawa dan hiruk pikuk keseruan dari penonton terdengar ramai sekali, bahkan saya yang berada di luar perkampungan (daerah persawahan) saya bisa mendengarnya. Setelah melintasi seluruh penjuru desa Alas Malang, rangkaian terakhir yaitu Kebo-keboan berkubang dan membajak sawah di sawah yang sudah disediakan.
bersama salah satu kebo-keboan :D |
Dari kacamata saya, Tradisi Kebo-keboan Alas Malang tidak hanya sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat dan karunia Tuhan YME. Saya melihat adanya kegembiraan dari warga-warga yang ikut serta meramaikan tradisi ini. Dengan bergembira dan tertawa bisa menghindari dan mengurangi stress akibat hidup yang tak selamanya selalu mulus :D
Tahun depan Kalian tertarik melihat Tradisi Adat ini?
Related Posts