-->

Sehari di Desa Adat Suku Osing Kemiren Banyuwangi – Melihat Prosesi Adat Tumpeng Sewu 2019


Tiap manusia punya cara-cara tersendiri untuk bersyukur. Masyarakat Suku Osing di Desa Kemiren Banyuwangi punya hajat Syukuran Desa yang menarik tiap tanggal 1 Bulan Haji dalam Kalender Jawa atau tanggal 1 Dzulhijjah dalam Kalender Islam. Nama syukuran desanya adalah Tumpeng Sewu.

Kenapa Tumpeng Sewu?
Dalam syukuran tersebut, setiap masyarakat Kemiren membuat tumpengan. Jika melihat data, sudah ada 3.000 kepala keluarga di Desa Kemiren, sudah bisa dipastikan akan ada lebih dari seribu tumpeng yang ada, sehingga prosesi ungkapan rasa syukur Desa Kemiren ini disebut Tumpeng Sewu. Ada hal unik lagi selain jumlah tumpengnya. Lauk yang disajikan dalam syukuran ini yaitu Pecel Pitik, makanan otentik dari suku osing yang berbahan utama ayam kampung dan parutan kelapa. Selain itu, mereka akan makan bersama di depan rumahnya, di pinggir jalan secara lesehan dan menyalakan obor yang menambah syahdu suasana syukuran di desa Kemiren.  

Seharian Di Desa Adat Suku Osing Kemiren
Setelah tahu, Di Desa Kemiren akan ada Syukuran Desa Tumpeng Sewu, saya meluangkan waktu dan mengajak beberapa teman yang suka sama acara desa. Dini, teman dari Semarang yang kebetulan ada di Jember bisa ikut untuk melihat-lihat prosesi adat Tumpeng Sewu. Untuk melihat prosesi adat Tumpeng Sewu, kita butuh meluangkan waktu seharian di Desa Kemiren.

Mepe Kasur atau Jemur Kasur
Pagi hari, masyarakat desa Kemiren sibuk mengeluarkan kasur untuk dijemur. Yah mumpung cerah juga sih. Uniknya kasur yang mereka jemur itu satu ragam, kasur kapuk berwarna merah hitam. Kasur tersebut ternyata wajib dimiliki oleh setiap keluarga karena memiliki arti khusus merah melambangkan keberanian dalam berkeluarga dan hitam berarti hidup kelanggengan dalam rumah tangga. Bantal berwarna merah dan dijahit dengan benang berwarna putih juga punya arti sendiri. Merah, darah merah dari ibu. Putih, darah putih dari bapak. Menjemur kasur yang dilakukan masyarakat osing di desa Kemiren melambangkan bersih keluarga. Sambil dijemur, kasur digebuk berharap aura tidak baik yang ada dalam keluarga hilang bersama kasur tersebut digebuk dan dijemur. Prosesi jemur kasur ini mereka sebut Mepe Kasur.

Bapak Abdul Karim dan Dini
Bersamaan dengan Mepe Kasur (Jemur Kasur), atap dapur dari beberapa rumah terlihat mengeluarkan asap karena sedang memanggang ayam untuk dijadikan Pecel Pitik, yang nantinya dihidangkan di syukuran Tumpeng Sewu. Kami mampir ke dapur milik pak Abdul Karim. Saat kami kunjungi beliau sedang membakar ayam kampung cukup banyak bersama istrinya. Pak Karim ini membuka jasa pembakaran ayam untuk diolah nantinya menjadi pecel pitik. Cara pembakarannya sederhana, hanya menggunakan tungku kecil dan berbahan bakar dari kayu bakar saja. Walau sederhana, proses pemanggangannya harus teliti agar didapat ayam yang terpanggang sempurna. Bahkan ada waktu ayam tersebut dimasukan ke dalam tungku yang bara apinya masih menyala agar sisi yang belum terpanggang ikut matang. Pak Karim ini membuka jasa pemanggangan ayam untuk prosesi tumpeng sewu, dan pada jam 9 pagi sudah dapat permintaan untuk memanggang 125 ekor ayam. Jumlah permintaan tersebut bertambah terus sampai sore hari. Memanggang 1 ekor ayam dihargai sebesar Rp.10.000 itu sudah termasuk memotong ayam hingga pemanggangan.

Memarut Kelapa untuk Bumbu
Untuk menjadikan pecel pitik, ayam yang sudah dipanggang nantinya akan disuwir-suwir dan dicampur parutan kelapa yang sudah dibumbui. Namun proses ini biasanya berlangsung sore hari menjelang acara prosesi syukuran Tumpang Sewu dimulai. Sambil menunggu proses itu kami mengisi waktu luang makan Nasi Tempong Wader Warung Putuk dan ke Air Terjun Jagir untuk mensucikan diri karena kami belum sempat mandi :D. Air Terjun Jagir letaknya cukup dekat dari desa Kemiren, sekitar 15 menit ke arah barat.

Sore Hari Di Kemiren
Ayam yang sudah dipanggang diaduk bersama parutan kelapa yang sudah dibumbui
Sekitar jam 4 sore, kami kembali ke Desa Kemiren untuk mengikuti syukuran bersama dengan warga desa. Jalan-jalan di desa sudah ramai, rasannya seperti nuansa lebaran dimana sanak saudara kembali kumpul datang ke desa untuk mengikuti syukuran desa. Kasur khas merah-hitam yang dijemur sudah berganti tikar. Terlihat beberapa pemilik rumah juga sibuk mengeluarkan Tumpengan beserta lauk pauk yang salah satunya adalah pecel pitik. Ada juga yang sengaja meracik pecel pitiknya di pinggir jalan, sehingga jika ada wisatawan seperti saya yang datang bisa melihat cara pembuatan pecel pitik. Menarik memang, ayam yang sudah dipanggang dipotong-potong menggunakan tangan lalu ditaruh dalam wadah yang didalamnya parutan kelapa yang sudah dibumbui khusus. Wadah tersebut diaduk dan diberi air sedikit agar parutan kelapa bisa menempel pada ayam panggang.

Berkumpul bersama sanak saudara
Saat menjelang magrib, masyarakat desa kemiren sudah berkumpul depan rumah dan pinggir ruas jalan utama, hidangan Tumpeng Sewu sudah lengkap. Saya menelusuri ruas jalan utama desa Kemiren dan menemukan keramahan masyarakatnya. Bahkan beberapa kali memepersilahkan mampir ke tempatnya untuk makan pecel pitik bersama.

Pawai Barong Kemiren
Menunggu berdoa
Setelah solat magrib, Barong Banyuwangi melakukan pawai yang diikuti oleh pemuda yang membawa bara api untuk menyalakan oncor (obor) yang ada di depan setiap rumah. Suasana desa mendadak menyala hangat, beberapa anak kecil langsung antusias mendekati oncor yang sudah menyala. Doa lalu berkumandang dari toa masjid untuk memimpin doa-doa ungkapan rasa sukur selama setahun yang diberikan Tuhan kepada masyarakat kemiren. Dan selesainya doa, dilanjutkan dengan makan bersama di pinggir jalan atau di depan rumah. Saya suka sekali suasananya, ramai namun hangat. Walau tidak kenal, masyarakat Desa Kemiren menyambut kami dengan ramah, bahkan sabar menjawab pertanyaan kami lontarkan. Semoga tahun depan, bisa berjumpa lagi dan menikmati Pecel Pitik, Kuliner khas kemiren dalam acara adat Tumpeng Sewu ini.
Setelah berdoa, Selamat Makan :)
Kalau kalian tertarik gak untuk ikut gabung mengikuti prosesi Adat Tumpeng Sewu di Desa Kemiren?


0 Response to "Sehari di Desa Adat Suku Osing Kemiren Banyuwangi – Melihat Prosesi Adat Tumpeng Sewu 2019"

Post a Comment

Sehari di Desa Adat Suku Osing Kemiren Banyuwangi – Melihat Prosesi Adat Tumpeng Sewu 2019     Edit


Tiap manusia punya cara-cara tersendiri untuk bersyukur. Masyarakat Suku Osing di Desa Kemiren Banyuwangi punya hajat Syukuran Desa yang menarik tiap tanggal 1 Bulan Haji dalam Kalender Jawa atau tanggal 1 Dzulhijjah dalam Kalender Islam. Nama syukuran desanya adalah Tumpeng Sewu.

Kenapa Tumpeng Sewu?
Dalam syukuran tersebut, setiap masyarakat Kemiren membuat tumpengan. Jika melihat data, sudah ada 3.000 kepala keluarga di Desa Kemiren, sudah bisa dipastikan akan ada lebih dari seribu tumpeng yang ada, sehingga prosesi ungkapan rasa syukur Desa Kemiren ini disebut Tumpeng Sewu. Ada hal unik lagi selain jumlah tumpengnya. Lauk yang disajikan dalam syukuran ini yaitu Pecel Pitik, makanan otentik dari suku osing yang berbahan utama ayam kampung dan parutan kelapa. Selain itu, mereka akan makan bersama di depan rumahnya, di pinggir jalan secara lesehan dan menyalakan obor yang menambah syahdu suasana syukuran di desa Kemiren.  

Seharian Di Desa Adat Suku Osing Kemiren
Setelah tahu, Di Desa Kemiren akan ada Syukuran Desa Tumpeng Sewu, saya meluangkan waktu dan mengajak beberapa teman yang suka sama acara desa. Dini, teman dari Semarang yang kebetulan ada di Jember bisa ikut untuk melihat-lihat prosesi adat Tumpeng Sewu. Untuk melihat prosesi adat Tumpeng Sewu, kita butuh meluangkan waktu seharian di Desa Kemiren.

Mepe Kasur atau Jemur Kasur
Pagi hari, masyarakat desa Kemiren sibuk mengeluarkan kasur untuk dijemur. Yah mumpung cerah juga sih. Uniknya kasur yang mereka jemur itu satu ragam, kasur kapuk berwarna merah hitam. Kasur tersebut ternyata wajib dimiliki oleh setiap keluarga karena memiliki arti khusus merah melambangkan keberanian dalam berkeluarga dan hitam berarti hidup kelanggengan dalam rumah tangga. Bantal berwarna merah dan dijahit dengan benang berwarna putih juga punya arti sendiri. Merah, darah merah dari ibu. Putih, darah putih dari bapak. Menjemur kasur yang dilakukan masyarakat osing di desa Kemiren melambangkan bersih keluarga. Sambil dijemur, kasur digebuk berharap aura tidak baik yang ada dalam keluarga hilang bersama kasur tersebut digebuk dan dijemur. Prosesi jemur kasur ini mereka sebut Mepe Kasur.

Bapak Abdul Karim dan Dini
Bersamaan dengan Mepe Kasur (Jemur Kasur), atap dapur dari beberapa rumah terlihat mengeluarkan asap karena sedang memanggang ayam untuk dijadikan Pecel Pitik, yang nantinya dihidangkan di syukuran Tumpeng Sewu. Kami mampir ke dapur milik pak Abdul Karim. Saat kami kunjungi beliau sedang membakar ayam kampung cukup banyak bersama istrinya. Pak Karim ini membuka jasa pembakaran ayam untuk diolah nantinya menjadi pecel pitik. Cara pembakarannya sederhana, hanya menggunakan tungku kecil dan berbahan bakar dari kayu bakar saja. Walau sederhana, proses pemanggangannya harus teliti agar didapat ayam yang terpanggang sempurna. Bahkan ada waktu ayam tersebut dimasukan ke dalam tungku yang bara apinya masih menyala agar sisi yang belum terpanggang ikut matang. Pak Karim ini membuka jasa pemanggangan ayam untuk prosesi tumpeng sewu, dan pada jam 9 pagi sudah dapat permintaan untuk memanggang 125 ekor ayam. Jumlah permintaan tersebut bertambah terus sampai sore hari. Memanggang 1 ekor ayam dihargai sebesar Rp.10.000 itu sudah termasuk memotong ayam hingga pemanggangan.

Memarut Kelapa untuk Bumbu
Untuk menjadikan pecel pitik, ayam yang sudah dipanggang nantinya akan disuwir-suwir dan dicampur parutan kelapa yang sudah dibumbui. Namun proses ini biasanya berlangsung sore hari menjelang acara prosesi syukuran Tumpang Sewu dimulai. Sambil menunggu proses itu kami mengisi waktu luang makan Nasi Tempong Wader Warung Putuk dan ke Air Terjun Jagir untuk mensucikan diri karena kami belum sempat mandi :D. Air Terjun Jagir letaknya cukup dekat dari desa Kemiren, sekitar 15 menit ke arah barat.

Sore Hari Di Kemiren
Ayam yang sudah dipanggang diaduk bersama parutan kelapa yang sudah dibumbui
Sekitar jam 4 sore, kami kembali ke Desa Kemiren untuk mengikuti syukuran bersama dengan warga desa. Jalan-jalan di desa sudah ramai, rasannya seperti nuansa lebaran dimana sanak saudara kembali kumpul datang ke desa untuk mengikuti syukuran desa. Kasur khas merah-hitam yang dijemur sudah berganti tikar. Terlihat beberapa pemilik rumah juga sibuk mengeluarkan Tumpengan beserta lauk pauk yang salah satunya adalah pecel pitik. Ada juga yang sengaja meracik pecel pitiknya di pinggir jalan, sehingga jika ada wisatawan seperti saya yang datang bisa melihat cara pembuatan pecel pitik. Menarik memang, ayam yang sudah dipanggang dipotong-potong menggunakan tangan lalu ditaruh dalam wadah yang didalamnya parutan kelapa yang sudah dibumbui khusus. Wadah tersebut diaduk dan diberi air sedikit agar parutan kelapa bisa menempel pada ayam panggang.

Berkumpul bersama sanak saudara
Saat menjelang magrib, masyarakat desa kemiren sudah berkumpul depan rumah dan pinggir ruas jalan utama, hidangan Tumpeng Sewu sudah lengkap. Saya menelusuri ruas jalan utama desa Kemiren dan menemukan keramahan masyarakatnya. Bahkan beberapa kali memepersilahkan mampir ke tempatnya untuk makan pecel pitik bersama.

Pawai Barong Kemiren
Menunggu berdoa
Setelah solat magrib, Barong Banyuwangi melakukan pawai yang diikuti oleh pemuda yang membawa bara api untuk menyalakan oncor (obor) yang ada di depan setiap rumah. Suasana desa mendadak menyala hangat, beberapa anak kecil langsung antusias mendekati oncor yang sudah menyala. Doa lalu berkumandang dari toa masjid untuk memimpin doa-doa ungkapan rasa sukur selama setahun yang diberikan Tuhan kepada masyarakat kemiren. Dan selesainya doa, dilanjutkan dengan makan bersama di pinggir jalan atau di depan rumah. Saya suka sekali suasananya, ramai namun hangat. Walau tidak kenal, masyarakat Desa Kemiren menyambut kami dengan ramah, bahkan sabar menjawab pertanyaan kami lontarkan. Semoga tahun depan, bisa berjumpa lagi dan menikmati Pecel Pitik, Kuliner khas kemiren dalam acara adat Tumpeng Sewu ini.
Setelah berdoa, Selamat Makan :)
Kalau kalian tertarik gak untuk ikut gabung mengikuti prosesi Adat Tumpeng Sewu di Desa Kemiren?