-->

Terpesona Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi


Tari Gandrung sudah menjadi sebuah ikon dari Kabupaten Banyuwangi, beberapa patung penari gandrung dibuat di beberapa tempat seperti di perbatasan Situbondo-Banyuwangi yang ada di Waduk Sidodadi, Pantai Watudodol dan Perbatasan Banyuwangi-Jember di Gunung Gumitir. Beberapa event dan program diadakan untuk makin menunjukan eksistensinya Tari Gandrung salah satunya adalah Festival Gandrung Sewu.

Setelah tahun lalu tidak sempat melihat perhelatan akbar Festival Gandrung Sewu karena tugas Negara,tahun ini akhirnya sempat melihatnya bersama teman-teman dari Jateng dan Bonsowoso. Festival ini diadakan cukup unik pada siang hari di pantai Boom, salah satu pantai terkenal di Banyuwangi. Untuk menuju pantai Boom dari kota Banyuwangi cukup mudah arahkan kendaraan ke Alun-alun Blambangan – Lurus ke arah pertigaan Pom Bensin PLN ambil Kanan, ikuti saja jalan tersebut dan akan sampai di Pantai Boom.

berpose di baliho festival gandrung sewu
Festival ini mulai diadakan tahun 2012 dan setiap tahunnya mempunyai konsep tema yang berbeda, tema tahun ini yaitu Seblang Lukinto yang merupakan lanjutan dari tahun 2015 yaitu Podo Nonton (tahun lalu nyesel g nonton). Podo Nonton menceritakan tentang  perjuangan rakyat Banyuwangi yang dipimpin oleh Rempeg Jogopati dalam melawan penjajahan VOC. Saat itu, tarian diakhiri dengan kisah perlawanan para pejuang hingga titik akhir. Sedangkan tema Seblang Lukinto menceritakan kebangkitan sisa dari prajurit Rempeg Jogopati untuk kembali melawan penjajahan VOC.  Beberapa cara dilakukan salah satunya prajurit Rempeg Jogopati membentuk kelompok seni dan mereka menyanyikan Seblang Lukinto sebagai sandi/kode

Curi-curi foto sebelum pertunjukan
melakukan persiapan
Acara ini dimulai jam 15.00 namun beberapa penonton sudah memenuhi pantai Boom mulai pukul 09.00. Saya bersama rombongan sampai di Pantai Boom sekitar jam 10.00 kondisi memang cukup ramai, parkiran dialihkan diluar area parkir pantai boom karena sudah padat. Terlihat beberapa penari Gandrung sudah selesai di make-up sedang bersenda gurau, berfoto-foto bersama rekan penari Gandrung lainnya. Adapula pengunjung yang minta foto bersama termasuk saya hehe. Menurut Baliho pengumuman acara akan dimulai jam 13.00 namun baru mulai dibuka jam 14.30-an. Penonton dari beberapa kalangan sudah mulai memadati area sekitar panggung pertunjukan.
 
segmen rebutan layangan
Akhirnya Festival Tari Gandrung pun dimulai, dibuka dengan aksi anak-anak bermain layang, mengejar layang-layang yang putus dan diakhiri ada yang menangis karena layangan yang dia dapat sobek/rusak. Lalu setelah segmen tersebut selesai, perlahan-lahan sepanjang garis pantai tempat pertunjukan, Sekian ribu penari Gandrung mulai terlihat seolah-olah muncul mendadak dari laut. Efek kejut ini memanfaatkan kondisi pantai yang relatif lebih rendah dari panggung pertunjukan.

formasi ombak yang ombaknya dibentuk oleh kipas
Pada pertunjukan ini terdapat aksi yang menceritakan kebangkitan sisa prajurit Rempeg Jogopati, namun tidak terlalu mencolok karna tertutupi penampilan dan aksi penari Gandrung yang jumlahnya sulit dihitung manual. Aksi Tarian Gandrung sepertinya membentuk beberapa formasi Bunga, Ombak, Api dan Benteng. Formasi-formasi mereka cukup menarik sehingga perhatian saya dan mungkin banyak dari para penonton yang hadir.

Melantunkan Gending "Seblang Lukinto"
Formasi Benteng
Pada Formasi Benteng Penari Gandrung menutupi tubuhnya dengan selendang merah namun sebelum itu secara bersama-sama Penari Gandrung melantunkan  Gending “Seblang Lukinto” dengan suara yang cukup membuat orang semangat untuk mendengarkannya. Liriknya begini : 
"Wis wayahe bang bang wetan" (Sudah waktunya mentari pagi terbit), "Kakang kakang ngelilira" (saudara saudara bangunlah), "Wis wayahe sawung kukuruyuk" (Sudah waktunya ayam jago berkokok), "Lawang gedhi wonten kang njagi" (Pintu gerbang ada penjaganya), "Medala ring lawang butulan" (Lewatlah pintu rahasia), "Wis biasane ngemong adhine" (Sudah terbiasa mengasuh adiknya), "Sak tinjak balio mulih" (Satu tendangan kembali pulang).
Belakangan ini saya baru tau arti dari lirik tersebut, liriknya seperti mengandung kalimat-kalimat rahasia hanya dipahami oleh sisa-sisa prajurit Blambangan yang masih berjuang melawan Penjajahan. Dari Tema Seblang Lukinto beberapa hal yang bisa saya tangkap adalah bagaimana cara berjuang. Berjuang hingga titik penghabisan hingga tidak ada penyesalan, berjuang tidak harus dengan cara konveksional dalam hal ini melawan langsung musuh dari depan tapi dengan cara-cara unik, kreatif dan tidak dapat disangka-sangka. Cara berjuang ini mungkin bisa kalian adopsi untuk memperjuangkan calon pendamping hidup kalian >_<.


Formasi terakhir sebagai penutup adalah formasi bunga, sayangnya penonton sudah tak terbendung lagi dan maju mendekati penari gandrung untuk berfoto selfie K (hadehh). Yah akhirnya festival ini berakhir cukup meriah dan mengesankan. Tempat pertunjukan dan para Penari Gandrung mulai diserbu para penonton untuk berfoto bersama. Ada pula yang penari yang berfoto sesame penari Gandrung karena berasal dari sekolah atau kecamatan yang sama atau saling mengenal. Lembayung senja mulai terlihat diufuk barat, kami perlahan meninggalkan pantai Boom menuju rumah untuk beristirahat.




Related Posts

Terpesona Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi     Edit


Tari Gandrung sudah menjadi sebuah ikon dari Kabupaten Banyuwangi, beberapa patung penari gandrung dibuat di beberapa tempat seperti di perbatasan Situbondo-Banyuwangi yang ada di Waduk Sidodadi, Pantai Watudodol dan Perbatasan Banyuwangi-Jember di Gunung Gumitir. Beberapa event dan program diadakan untuk makin menunjukan eksistensinya Tari Gandrung salah satunya adalah Festival Gandrung Sewu.

Setelah tahun lalu tidak sempat melihat perhelatan akbar Festival Gandrung Sewu karena tugas Negara,tahun ini akhirnya sempat melihatnya bersama teman-teman dari Jateng dan Bonsowoso. Festival ini diadakan cukup unik pada siang hari di pantai Boom, salah satu pantai terkenal di Banyuwangi. Untuk menuju pantai Boom dari kota Banyuwangi cukup mudah arahkan kendaraan ke Alun-alun Blambangan – Lurus ke arah pertigaan Pom Bensin PLN ambil Kanan, ikuti saja jalan tersebut dan akan sampai di Pantai Boom.

berpose di baliho festival gandrung sewu
Festival ini mulai diadakan tahun 2012 dan setiap tahunnya mempunyai konsep tema yang berbeda, tema tahun ini yaitu Seblang Lukinto yang merupakan lanjutan dari tahun 2015 yaitu Podo Nonton (tahun lalu nyesel g nonton). Podo Nonton menceritakan tentang  perjuangan rakyat Banyuwangi yang dipimpin oleh Rempeg Jogopati dalam melawan penjajahan VOC. Saat itu, tarian diakhiri dengan kisah perlawanan para pejuang hingga titik akhir. Sedangkan tema Seblang Lukinto menceritakan kebangkitan sisa dari prajurit Rempeg Jogopati untuk kembali melawan penjajahan VOC.  Beberapa cara dilakukan salah satunya prajurit Rempeg Jogopati membentuk kelompok seni dan mereka menyanyikan Seblang Lukinto sebagai sandi/kode

Curi-curi foto sebelum pertunjukan
melakukan persiapan
Acara ini dimulai jam 15.00 namun beberapa penonton sudah memenuhi pantai Boom mulai pukul 09.00. Saya bersama rombongan sampai di Pantai Boom sekitar jam 10.00 kondisi memang cukup ramai, parkiran dialihkan diluar area parkir pantai boom karena sudah padat. Terlihat beberapa penari Gandrung sudah selesai di make-up sedang bersenda gurau, berfoto-foto bersama rekan penari Gandrung lainnya. Adapula pengunjung yang minta foto bersama termasuk saya hehe. Menurut Baliho pengumuman acara akan dimulai jam 13.00 namun baru mulai dibuka jam 14.30-an. Penonton dari beberapa kalangan sudah mulai memadati area sekitar panggung pertunjukan.
 
segmen rebutan layangan
Akhirnya Festival Tari Gandrung pun dimulai, dibuka dengan aksi anak-anak bermain layang, mengejar layang-layang yang putus dan diakhiri ada yang menangis karena layangan yang dia dapat sobek/rusak. Lalu setelah segmen tersebut selesai, perlahan-lahan sepanjang garis pantai tempat pertunjukan, Sekian ribu penari Gandrung mulai terlihat seolah-olah muncul mendadak dari laut. Efek kejut ini memanfaatkan kondisi pantai yang relatif lebih rendah dari panggung pertunjukan.

formasi ombak yang ombaknya dibentuk oleh kipas
Pada pertunjukan ini terdapat aksi yang menceritakan kebangkitan sisa prajurit Rempeg Jogopati, namun tidak terlalu mencolok karna tertutupi penampilan dan aksi penari Gandrung yang jumlahnya sulit dihitung manual. Aksi Tarian Gandrung sepertinya membentuk beberapa formasi Bunga, Ombak, Api dan Benteng. Formasi-formasi mereka cukup menarik sehingga perhatian saya dan mungkin banyak dari para penonton yang hadir.

Melantunkan Gending "Seblang Lukinto"
Formasi Benteng
Pada Formasi Benteng Penari Gandrung menutupi tubuhnya dengan selendang merah namun sebelum itu secara bersama-sama Penari Gandrung melantunkan  Gending “Seblang Lukinto” dengan suara yang cukup membuat orang semangat untuk mendengarkannya. Liriknya begini : 
"Wis wayahe bang bang wetan" (Sudah waktunya mentari pagi terbit), "Kakang kakang ngelilira" (saudara saudara bangunlah), "Wis wayahe sawung kukuruyuk" (Sudah waktunya ayam jago berkokok), "Lawang gedhi wonten kang njagi" (Pintu gerbang ada penjaganya), "Medala ring lawang butulan" (Lewatlah pintu rahasia), "Wis biasane ngemong adhine" (Sudah terbiasa mengasuh adiknya), "Sak tinjak balio mulih" (Satu tendangan kembali pulang).
Belakangan ini saya baru tau arti dari lirik tersebut, liriknya seperti mengandung kalimat-kalimat rahasia hanya dipahami oleh sisa-sisa prajurit Blambangan yang masih berjuang melawan Penjajahan. Dari Tema Seblang Lukinto beberapa hal yang bisa saya tangkap adalah bagaimana cara berjuang. Berjuang hingga titik penghabisan hingga tidak ada penyesalan, berjuang tidak harus dengan cara konveksional dalam hal ini melawan langsung musuh dari depan tapi dengan cara-cara unik, kreatif dan tidak dapat disangka-sangka. Cara berjuang ini mungkin bisa kalian adopsi untuk memperjuangkan calon pendamping hidup kalian >_<.


Formasi terakhir sebagai penutup adalah formasi bunga, sayangnya penonton sudah tak terbendung lagi dan maju mendekati penari gandrung untuk berfoto selfie K (hadehh). Yah akhirnya festival ini berakhir cukup meriah dan mengesankan. Tempat pertunjukan dan para Penari Gandrung mulai diserbu para penonton untuk berfoto bersama. Ada pula yang penari yang berfoto sesame penari Gandrung karena berasal dari sekolah atau kecamatan yang sama atau saling mengenal. Lembayung senja mulai terlihat diufuk barat, kami perlahan meninggalkan pantai Boom menuju rumah untuk beristirahat.